Jumat, 10 April 2015

Dampak Krisis Global Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia-Artikel



DAMPAK KRISIS GLOBAL TERHADAP KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
Krisis ekonomi global adalah peristiwa di mana seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan/degresi dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Krisis ekonomi Global terjadi karena permasalahan ekonomi pasar di seluruh dunia yang tidak dapat dielakkan karena kebangkrutan maupun adanya situasi ekonomi yang carut marut. Sektor yang terkena imbasan krisis ekonomi global adalah seluruh sektor bidang kehidupan. Namun, yang paling tampak gejalanya adalah sektor ekonomi dari terkecil hingga yang terbesar. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 sebenarnya bermula pada krisis ekonomi Amerika Serikat yang lalu menyebar ke Negara-negara lain di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi Amerika diawali karena adanya dorongan untuk konsumsi (propincity to Consume). Rakyat Amerika hidup dalam konsumerisme di luar batas kemampuan pendapatan yang diterimanya. Mereka hidup dalam hutang, belanja dengan kartu kredit, dan kredit perumahan. Akibatnya, lembaga keuangan yang memberikan kredit tersebut bangkrut karena kehilangan likuiditasnya, karena piutang perusahaan kepada para kreditor perumahan telah digadaikan kepada lembaga pemberi pinjaman. Pada akhirnya, perusahaan-perusahaan tersebut harus bangkrut karena tidak dapat membayar seluruh hutang-hutangnya yang mengalami jatuh tempo pada saat yang bersamaan. Runtuhnya perusahaan-perusahaan finansial tersebut mengakibatkan bursa saham Wall Street menjadi tak berdaya, perusahaan-perusahaan besar tidak sanggup bertahan, seperti Lehman Brothers dan Goldman Sachs. Krisis tersebut terus merambat ke sektor riil dan non-keuangan di seluruh dunia. Krisis keuangan di Amerika Serikat pada awal dan pertengahan tahun 2008 telah menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai Negara di seluruh dunia. Penurunan daya serap pasar itu menyebabkan volume impor menurun drastis yang berarti menurunnya ekspor dari Negara-negara produsen berbagai produk yang selama ini dikonsumsi ataupun yang dibutuhkan oleh industri Amerika Serikat. Oleh karena volume ekonomi Amerika Serikat itu sangat besar, maka sudah tentu dampaknya kepada semua Negara pengekspor di seluruh dunia menjadi serius pula, terutama Negara-negara yang mengandalkan ekspornya ke Amerika Serikat.

Krisis ekonomi Amerika tersebut yang semakin lama semakin merambat menjadi krisis ekonomi global karena sebenarnya perekonomian di dunia ini saling terhubung satu sama lainnya, peristiwa yang terjadi di suatu tempat akan berpengaruh di tempat lainnya. Dan tidak jarang dampak yang terjadi jauh lebih besar daripada yang terjadi di tempat asalnya. Oleh karena itu Indonesia juga turut merasakan krisis ekonomi global ini. Indonesia merupakan Negara yang masih sangat bergantung dengan aliran dana dari investor asing, dengan adanya krisis global ini secara otomatis para investor asing tersebut menarik dananya dari Indonesia. Hal ini yang berakibat jatuhnya nilai mata uang kita. Aliran dana asing yang tadinya akan digunakan untuk pembangunan ekonomi dan untuk menjalankan perusahaan-perusahaan hilang, banyak perusahaan menjadi tidak berdaya, yang pada ujungnya Negara kembalilah yang harus menanggung hutang perbankan dan perusahaan swasta.

Berdasarkan hasil analisis dengan memanfaatkan Tabel Input Output Indonesia tahun 2008, diketahui bahwa penurunan ekspor Indonesia sebesar 1% akan berimbas pada penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor industri sebesar 0,42%. Selain berimbas ke sektor industri, penurunan ekspor tersebut juga berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor lain, terutama sektor pertanian. Secara keseluruhan, penurunan ekspor di sektor industri akan berdampak terhadap penurunan total tenaga kerja sebesar 0,17%. Adanya krisis global, memberi dampak semakin banyaknya perusahaan yang mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Diperkirakan 200 ribu jiwa menjadi pengangguran pada tahun 2009. Dengan bertambahnya angka pengangguran maka pendapatan per kapita juga akan berkurang dan angka kemiskinan juga akan ikut bertambah pula. Karena krisis yang terjadi adalah krisis global, maka tenaga kerja kita yang ada di luar negeri juga merasakan imbasnya. Negara-negara luar merencanakan untuk memulangkan sekitar 1,2 juta TKI yang mayoritas berasal dari Indonesia karena akan memprioritaskan pekerja lokal. Hal tersebut tentu saja sangat mempengaruhi roda perekonomian Negara kita. Jika pemerintah tidak dapat menyediakan lapangan kerja yang cukup, maka krisis ini akan menjadi krisis yang sangat besar. Bagi Indonesia, pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi di dalam negeri dan di luar negeri. Karena itu, angka pengangguran dapat meningkat, baik karena (a) terjadinya pemutusan hubungan kerja di dalam negeri, (b) pemulangan tenaga kerja yang hubungan kerjanya diputus di luar negeri, maupun karena (c) munculnya angkatan kerja baru yang tidak dapat ditampung oleh kesempatan kerja yang tersedia, karena tidak adanya investasi baru yang menyerap tenaga mereka.

Kelas buruh merupakan kelas yang paling merasakan dampak dari setiap krisis kapitalisme yang terjadi karena memang kelas buruh merupakan tenaga produktif yang menggerakan proses produksi, sehingga kelas buruh merasakan secara langsung dari praktik penghisapan di bawah sistem kapitalisme. Padahal, buruh adalah tenaga yang mampu menghasilkan profit atau keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan dari proses produksi yang dilakukan. Akan tetapi, nilai yang dihasilkan diambil oleh para pemilik modal yang tidak terlibat dalam proses produksi atau hanya menunggu hasil saja sehingga keuntungan yang dihasilkan buruh hanya memperkaya kelas pemilik modal. Krisis global melahirkan persoalan-persoalan baru disektor perburuhan dan itu berakibat langsung terhadap kelas buruh. Diantaranya pertama, melakukan pemotongan upah dengan alasan mengurangi cost produksi. Upah buruh yang sebelumnya secara kelayakan masih belum layak alias masih rendah ditambah lagi dengan penurunan upah, hal ini niscaya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan kaum buruh. Artinya, upah yang rendah mengurangi daya beli kelas buruh akan barang dan jasa ditengah tuntuan kebutuhan yang tinggi. Harga kebutuhan yang semakin tinggi juga dengan situasi ekonomi politik yang tidak menunjukkan keberpihakan pada kelas buruh. Kedua, kehilangan pekerjaan akibat dari PHK yang dilakukan perusahaan ataupun akibat penutupan usaha. Tidak sedikit perusahaan melakukan PHK dan merumahkan kelas buruh akibat dari krisis sehingga kelas buruh tidak lagi mempunyai pendapatan dan pastinya tidak akan mampu menjawab kebutuhan hidupnya sekarang maupun kedepannya.

Untuk mengatasi problema ini, pemerintah telah merencanakan suatu program yang bernama Gerakan Nasional Padat Karya. Gerakan ini diharapkan dapat benar-benar diikuti oleh segenap potensi yang kita miliki sebagai bangsa untuk membuat rakyat Indonesia bekerja dan mempekerjakan dirinya sendiri atau mempekerjakan orang lain sebanyak-banyaknya. Gerakan ini melibatkan semua lapisan masyarakat mulai dari pejabat pemerintahan, masyarakat yang hidup di daerah perkotaan sampai ke masyarakat di pedesaan di seluruh tanah air. Pertama, perluasan kesempatan berusaha yang sebanyak-banyaknya. Untuk memperluas kesempatan usaha yang sebanyak-banyaknya, diperlukan berbagai fasilitas pendukung. Pemerintah perlu mengeluarkan paket kebijakan tersendiri di bidang perkreditan usaha kecil dan menengah (UMKM), fasilitas perpajakan, serta bimbingan produksi dan pemasaran di bidang-bidang pertanian dan perkebunan, nelayan, industri kecil dan menengah, industri pariwisata dan industri kreatif lainnya, serta di bidang perdagangan. Bimbingan teknologi dan manajemen sangat diperlukan agar para pengusaha pemula dapat produktif berusaha. Kedua, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, dan rel kereta api secara bergotong royong. Pola gotong royong ini sudah lama diabaikan, padahal dapat dipakai sebagai instrumen untuk menggerakkan program padat karya, terutama dalam membangun infrastruktur jalan, jembatan dan rel kereta api. Tentu saja, perangkat peraturan yang menunjang untuk itu harus direvisi, misalnya ketentuan peraturan mengenai administrasi keuangan, sistem tender proyek, dan sebagainya yang tidak memungkinkan dilakukannya pola gotong royong. Padahal kelemahan dan kekurangan sistim non-tender dapat diatasi dengan meningkatkan pengawasan internal dan eksternal sehingga kebocoran dan korupsi dapat dicegah. Ketiga, penerapan jadwal kerja industri dan perkantoran secara bergiliran, 2 atau 3 shift. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah jam kerja dari 8 jam sehari menjadi 12 jam sehari, tetapi dilakukan oleh 2 orang untuk setiap pekerjaan. Kedua orangnya berbagi jam kerja selama 6 hari, masing-masing 3 hari kerja atau bekerja selama 6 jam x 6 hari seminggu. Bahkan, jadwal kerja dapat pula dibagi untuk 3 orang setiap hari untuk setiap pekerjaan, sehingga setiap orang dapat bekerja 4 jam sehari selama 5-6 hari seminggu. Dengan pembagian jadwal kerja demikian, kesempatan kerja dapat dibagikan secara merata, sehingga daya serap tenaga kerja dapat diperluas dengan tetap menjaga dan meningkatkan produktifitas kerja dan usaha. Ke-empat, peningkatan pelatihan kerja dan pendidikan/pelatihan kembali (remedial education and remedial training) untuk para sarjana, penyelenggaraan program sarjana masuk desa, program transmigrasi sarjana masuk. Sekarang, rata-rata ada sekitar 300-an ribu sarjana yang diproduksi oleh berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Namun, perekonomian nasional dan pasar tenaga kerja tidak dapat menyerap mereka seluruhnya. Karena itu, para sarjana baru tersebut dapat dilatih kembali untuk mampu menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri atau mengikuti program transmigrasi sarjana. Kelima, revitalisasi pendidikan menengah kejuruan (SMK) dan politeknik serta peningkatan relevansi kurikulum dan program belajar mengajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan nasional, diperlukan reorientasi kurikulum pendidikan tinggi dan menengah serta perlunya melakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dengan memperkuat Sekolah Menengah Kejuruan dan Politeknik di setiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Pendidikan kejuruan tersebut diarahkan untuk mengisi dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri dan di luar negeri, sehingga setiap murid dapat diwajibkan menguasai 1 bahasa asing, seperti Inggris, Arab, dll.

Solusi lainnya adalah penguatan sektor mikro yang relatif tidak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal seperti nilai tukar, kebutuhan Negara lain, keadaan ekonomi politik Negara lain, dan perjanjian dalam forum perdagangan seperti WTO. Sudah saatnya ekonomi Indonesia berbasis SDM serta SDA asli Indonesia diberi peluang lebih untuk membangun fondasi perekonomian Indonesia berbasis usaha mikro yang terbukti lebih tahan terhadap goncangan serta dapat lebih memberdayakan tenaga kerja Negara ini agar tingkat pengangguran semakin berkurang.

Ada beberapa kasus yang dianggap sebagai penyebab terjadinya krisis saat ini, antara lain Penumpukan hutang nasional hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan PDB hanya 13 trilyun dollar AS2, Terdapat program pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar (akibatnya pandangan AS berkurang), Pembengkakan biaya perang Irak dan afganistan (hasilnya Irak tidak aman dan Osama Bin laden tidak tertangkap juga) setelah membiayai perang Korea dan Vietnam, CFTC ( Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keungan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Commision) sebuah badan yang melakukan aktifitas perdangangan berjangka, dimana ICE turut berperan mendongkrak harga minyak hingga USD 100/barel5, Subprime Mortgage: kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Merryl Lynch, Goldman Saschs, Mitsubishi UFJ6, dan keputusan suku bunga murah dapat mendorang spekulasi.

Krisis global di AS kali ini menimbulkan dampak luar biasa secara global. Hal ini bisa dilihat dari kepanikan investor dunia dalam usaha mereka menyelamatkan uang mereka di pasar saham. Mereka beramai-ramai menjual saham sehingga bursa saham terjun bebas. Sejak awal 2008, bursa saham Cina anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41% (sebelum semua kegiatan dihentikan sementara) dan zona eropa 37%. Sementara pasar surat utang terpuruk, mata uang Negara berkembang melemah dan harga komoditas anjlok, apalagi para spekulator komoditas minyak menilai bahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia.

Krisis pasar modal (saham dan surat utang) global pada dasarnya hanya mempengaruhi investor pasar modal. Tetapi krisis perbankan global bisa mempengaruhi sector riil ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Inti cerita yang terjadi adalah sektor perbankan AS sedang terpuruk, kekurangan modal, dan enggan meminjamkan dollarnya, termasuk ke bank-bank internasional di eropa dan Asia. Akibatnya, perbankan internasional kekurangan dolar untuk member pinjaman ke para pengusaha dunia yang membutuhkan dollar untuk investasi (untuk impor mesin, bahan baku dan sebahagiannya) termasuk di Indonesia.

Cara mengatasi permasalah Krisis ekonomi bagi masyarakat adalah lebih selektif dalam memenuhi kebutuhan dan bersikap kooperatif bersama pemerintah dan sebaliknya dari pemerintah untuk lebih sigap dalam situasi masyarakat



Rabu, 01 April 2015

FLUKTUASI HARGA MINYAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI INDOESIA



FLUKTUASI HARGA MINYAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI INDOESIA

Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan dasar dalam industri di seluruh dunia, tetapi bahan bakar minyak merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan bahan bakar minyak baik dalam bidang industri maupun transportasi semakin hari semakin meningkat karena mesin-mesin tersebut membutuhkan bahan bakar minyak. Akhir-akhir ini harga minyak bumi di pasar internasional sangat fluktuatif dengan kecenderungan yang meningkat. Lonjakan harga minyak yang sangat tinggi ini tentu saja menjadi perhatian hampir seluruh Negara di dunia, baik negara produsen (eksportir) minyak bumi maupun Negara konsumen (importir). Hal ini disebabkan karena peranan minyak yang sangat penting sebagai bahan bakar yang menggerakkan perekonomian. Pasokan minyak bumi merupakan input vital dalam proses produksi industri, terutama untuk menghasilkan listrik, menjalankan mesin produksi dan mengangkut hasil produksi ke pasar. Disamping itu, minyak bumi juga penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Fluktuasi harga minyak mentah di pasar internasional pada prinsipnya mengikuti aksioma yang berlaku umum dalam ekonomi pasar, dimana tingkat harga yang berlaku sangat ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran (demand and supply mechanism) sebagai faktor fundamental. Kenaikan harga minyak ini akan berdampak semakin parah jika rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi gagal dilaksanakan. Hal ini tentu akan menambah beban APBN yang berlipat-lipat. Sebagai dampaknya, perekonomian Indonesia akan terpukul hebat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mewaspadai tren tersebut sambil memikirkan solusi yang tepat untuk mengantisipasi kekacauan tersebut. Minyak dan fluktuasi harganya memberikan pengaruh yang sangat vital pada hampir semua aktivitas makroekonomi, karena minyak merupakan salah satu energi utama yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung dalam memproduksi barang dan jasa. Minyak menjadi sumber energi teratas penggunaanya untuk menopang proses produksi dibandingkan dengan sumber energi lainnya, sehingga fluktuasi harga minyak sangat sensitif dengan kondisi perekonomian atau pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Dan tidak ada satu negarapun yang tidak tergantung pada minyak dan mampu secara serta merta menurunkan komsumsinya akibat kenaikan harga. Jika ini terus terjadi tanpa melakukan terobosan untuk mencari alternatif energi lain atau penghematan energi melaui efisiensi penggunaan energi, maka mungkin mesin-mesin produksi terpaksa digilir atau bahkan bisa mati untuk selamanya, sehingga bertambahnya angka pengangguran dan angka kemiskinan akan menjadi side effect-nya. Dampak yang lebih besar akibat kenaikan minyak ini akan sangat lebih terasa ketika harga minyak belum diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, subsidi minyak masih menjadi beban Negara, tidak tercapainya efisiensi energi pada penggunaanya dan tidak adanya pengembangan serta penerapan energi alternatif, seperti Indonesia. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sangat rentan memerima dampak negatif akibat kenaikan harga minyak dunia

Salah satu kemungkinan yang dapat menjadi penyebab kenaikan harga ini adalah pengaruh psikologis pelaku pasar yang menganggap bahwa komoditas ini akan menjadi barang langka dimasa-masa yang akan datang dan juga dibarengi dengan tindakan spekultaif pelaku pasar untuk mengambil keuntungan. Pada kurun waktu tahun 1970-an, sampai dengan tahun 1980-an, naiknya harga minyak memberikan keuntungan yang relatif sangat besar kepada Indonesia. Pada kurun waktu tersebut, Indonesia “ketiban pulung” windfall dari kenaikan harga minyak karena pada saat itu Indonesia merupakan eksportir minyak. Kenaikan harga minyak ini, mampu mendongkrak jumlah “pundi-pundi” devisa Negara sehingga pada saat itu untuk sementara keadaan terselamatkan (Anggaran Negara). Untuk saat sekarang, apa yang disebut windfall di masa lampau tidak mungkin lagi dirasakan oleh Indonesia. Ini disebabkan karena pada masa-masa sekarang kita tidak lagi menjadi eksportir tetapi sudah tumbuh menjadi importir yang haus minyak (transisi dari eksportir ke importir) dan semakin lama ladang minyak kita pun sudah tidak bisa diandalkan. Dengan kondisi sekarang, maka kenaikan harga ini akan berpengaruh terhadap perekonomian yang hingga saat ini menjadikan minyak sebagai pendorong proses produksi (kecenderungan ketergantungan) dan anggaran pemerintah.

Bagi Indonesia, setiap kenaikan harga minyak mentah dunia akan selalu mengundang kekhawatiran. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan meningkatkan harga jual BBM non subsidi yang selama ini mengikuti harga pasar. Kondisi akan semakin parah bila hal itu diabaikan, karena bisa mengundang spekulasi di tengah masyarakat sehingga terjadi penimbunan BBM oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab dengan berharap keuntungan dibalik kekisruhan hilangnya BBM di pasaran. Ini sebuah dampak langsung dari kenaikan harga minyak mentah dunia yang harus diantisipasi. Ancaman lain yang harus diwaspadai adalah inflasi. Jika harga minyak mentah naik, harga barang-barang akan cenderung ikut naik sehingga kemungkinan terjadi pembelian besar-besaran di masyarakat untuk mengamankan pasokan. Akibatnya, laju inflasi sulit ditahan. Bagi kalangan industri, kenaikan harga minyak akan menyebabkan kenaikan harga produksi sampai lima persen, sementara kenaikan di tingkat konsumen bisa sampai 7,5 persen. Jika ini terus terjadi, bukan tidak mungkin target inflasi dalam APBN akan jauh terlampaui, dan berbahaya bagi perekonomian Indonesia ke depannya.

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang  peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional yang  mengakibatkan tingkat keuntungan kegiatan investasi langsung terkoreksi. Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya  produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang barang menjadi lebih mahal, daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap. Ujungnya perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu. Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang. Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun Negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku minyak juga. Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu.

Apabila kita melihat bahwa dalam jangka panjang fluktuasi harga minyak masih berpeluang terus terjadi, di masa depan minyak tidak dapat dijadikan andalan lagi untuk mendulang devisa dan ketergantungan pelaku perekonomian Indonesia yang sangat tinggi terhadap BBM (seiring semakin menipisnya cadangan minyak Indonesia), sudah saatnya kita mengembangkan dan mengoptimalkan sumber energi alternatif sehingga roda perekonomian kita tidak terlalu terganggu akibat perubahan fluktuatif harga minyak. Maka untuk itu, penyediaan infrastruktur, perencanaan dan kebijakan pemerintah  untuk mengembangkan sumber energi alternatif (baik kebijakan harga, kebijakan distribusi maupun investasi) sangatlah diperlukan. Sudah saatnya kita meninggalkan paradigma manajemen energi yang menjadikan minyak single eource of energy.

Melihat kondisi ketergantungan kita terhadap minyak dan derivasi dampak yang diakibatkan oleh kenaikan harga minyak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Pertama, yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah dampak kenaikan harga minyak akan menciptkan peningkatan disparitas harga domestik dengan harga internasional dan pada akhirnya akan mendorong peningkatan aktifitas penyelundupan (akibat insentif menyelundupkan yang meningkat). Apabila ini terjadi, maka akan berakibat fatal terhadap proses perekonomian secara keseluruhan dan defisit anggaran. Kedua, beban industri yang meningkat serta beban eksternal (high cost economy) yang belum bisa dipangkas juga harus menjadi perhatian pemerintah sehingga pada akhirnya pemerintah mampu merumuskan kebijakan kompensasi bagi industri dan kebijakan lainnya untuk menyokong kegiatan produksi industri dan tetap mempertahankan roda produksi. Ketiga, pemerintah juga harus memperhatikan bahwa variabel yang sangat sensitif terhadap defisit anggaran adalah produksi minyak. Jika produksi minyak menurun, maka akan mengakibatkan penambahan (membengkaknya) defisit anggaran. Keempat, pengembangan dan pengoptimalan sumber energi alternatif harus mendapat skala prioritas pemerintah, melihat potensi yang masih ada di alam Indonesia, semakin menipisnya cadangan minyak Indonesia serta perkembangan fluktuasi minyak (baik dilihat dari harga maupun kapasitas produksi). Kelima, pemerintah juga harus mengoptimalkan sektor-sektor yang mampu memberikan windfall, seperti karet, komoditas pertambangan lainnya dan CPO, yang harganya ikut naik. Keenam, perlunya dilakukan kampanye secara terus menerus kepada industri dan masyarakat untuk menggunakan energy (khususnya minyak) secara efektif dan efisisen serta kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengeurangi “pemborosan” penggunaan energy.