REVORMASI IKLIM INVESTASI
Sejak
awal tahun 1970 an sampai dengan pertengahan tahun 1990an, Indonesia menikmati
pertumbuhan ekonomi tinggi yang didorong oleh peningkatan investasi dan perluasan
sektor industri. Sayangnya, krisis keuangan pada tahun 1997-1998 ditambah
krisis-krisis lain, telah memperlemah sistim keuangan dan kepemerintahan
(governance) yang menyebabkan penurunan investasi dan perlambatan perkembangan
sektor swasta. Investasi menurun drastis, menurunkan kegiatan perekonomian
secara umum. Sebagai Negara yang ikut aktif dalam perdagangan bebas, mau tidak
mau Indonesia juga harus mengembangkan kebijakan politik luar negeri, khususnya
terhadap kebijakan investasi asing, baik berupa bentuk penanaman modal asing
atau lebih dikenal sebagai Foreign Direct Investment yang juga biasa dikuti
dengan ekspansi perusahaan multi nasional (multi national company) di Negara
kita.
Saat ini Ekonomi
Indonesia sudah kembali menunjukan pertumbuhan ekonomi yang positif bahkan
diprediksi pada 2050 Indonesia akan menjadi pusat perekonomian dunia jika
pertumbuhan ekonominya stabil dan berada pada jalur yang benar, namun hingga
saat ini pertumbuhannya rata-rata pertahun relatif masih lambat dibandingkan Negara-negara tetangga yang sama-sama
terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand ,atau jauh lebih rendah
dibanding pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh pemerintahan
Orde Baru. Penyebab dari
semua itu adalah dikarenakan masih belum intensifnya kegiatan investasi,
termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk penanaman modal asing
(PMA). Banyak sekali faktor-faktor yang sebagian besar saling terkait satu sama
lainnya dengan pola yang sangat kompleks yang menyebabkan lambatnya pemulihan
investasi di Indonesia hingga saat ini. Faktor-faktor tersebut mulai dari yang
sering di media masa yakni masalah keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan
kondisi infrasrtuktur yang buruk, hingga kondisi perburuhan yang semakin buruk.
Investasi dapat
diartikan sebagai pengeluaran atau penanaman modal bagi perusahaan untuk
membeli barang modal dan perlengkapan untuk menambah kemampuan produksi barang
dan jasa dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal memungkinkan
perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yag akan
datang. Investasi memiliki multiplier
effect yang besar terhadap terjadinya nilai tambah ekonomi berbagai sektor
lainnya.
Menurut Stern
(2002), iklim investasi adalah semua kebijakan, kelembagaan dan lingkungan,
baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa depan yang
bisa mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi. Iklim
investasi yang kondusif dalam perekonomian merupakan harapan bagi masyarkat, investor, pelaku usaha, dan
pemerintah. Namun, faktor-faktor non-ekonomi lainnya juga sangat berpengaruh, seperti
masalah perizinan usaha, kestabilan politik, penegakan hukum, masalah
pertanahan untuk lahan usaha, tingkat kriminalitas dalam masyarakat, demonstrasi
buruh, komitmen pemerintah, komitmen perbankan, perpajakan, dan infrastruktur.
Pertumbuhan
ekonomi sekitar 3-4% dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar didorong oleh
kenaikan permintaan dan tidak menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga
tingkat pengangguran terus meningkat seperti grafik diatas. Tingkat pertumbuhan
ekonomi yang rendah ini juga tidak mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan
menurunkan kemiskinan. Akibatnya, Indonesia sekarang menghadapi tantangan
berat, yaitu bagaimana bisa
mencapai lagi pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkesinambungan.
Tantangan ini
sejalan dengan tekad pemerintah baru untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sekitar 7% per tahun. Salah satu kunci untuk mencapai tingkat pertumbuhan
tersebut adalah dengan memperbaiki iklim investasi yang dalam beberapa tahun
terakhir ini melemah. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyak perusahaan
industri yang tutup atau memindahkan usaha ke Negara lain seperti ke Republik Rakyat China (RRC)
dan Vietnam. Tiga faktor utama dalam iklim investasi mencakup (a) Kondisi ekonomi makro, termasuk stabilitas
ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan
politik. (b) Kepemerintahan
dan kelembagaan, termasuk kejelasan dan efektivitas peraturan, perpajakan, sistem
hukum, sektor keuangan, fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keberadaan tenaga kerja yang terdidik
dan trampil. (c) Infrastruktur,
mencakup sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, dan air.
Permasalahan
Investasi di Indonesia
Birokrasi pelayanan publik yang berbelit-belit membuat
Indonesia kalah bersaing dalam menarik minat investor masuk ke Indonesia.
Lamanya proses pengurusan ijin, seperti proses pengurusan SIUP (Surat Ijin
Usaha Perdagangan) yang membutuhkan waktu sampai 2 minggu adalah satu dari
banyak hal yang dikeluhkan oleh investor yang akan menanamkan modalnya di
Indonesia. Kalangan dunia usaha masih mengeluhkan proses pengurusan ijin dan
pelayanan di beberapa daerah belum mengalami perubahan yang signifikan. Keluhan
dan ketidakpuasan dunia usaha saat ini belum sepenuhnya teratasi, terutama
keluhan yang berhubungan dengan biaya tinggi dan ketidakpastian hukum bagi
pengusaha. Faktor Utama yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah tenaga
kerja, perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kondisi ekonomi daerah, dan
produktivitas tenaga kerja. Dengan begitu, alasan Utama kenapa investor masih
khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia diantaranya ketidakpastian
kebijakan,korupsi (pemerintah daerah maupun pusat),Perizinan Usaha dan regulasi
pasar tenaga kerja.
Ada sepuluh permasalahan investasi yang menjadi penghambat
program percepatan penanaman modal di Indonesia yaitu Pembenahan kebijakan dan
penerapan investasi, Masalah dan hambatan birokrasi, Ketidakpastian dalam
interpretasi dan implementasi otonomi daerah, Sumber daya manusia dan
permasalahan kebijakaan ketenagakerjaan, Tingkat korupsi yang masih tinggi,
Kurangnya insentif bidang pajak maupun non pajak, Rendahnya jaminan dan
perlindungan investasi, Lemahnya penegakan dan kepastian hukum, Lemahnya
koordinasi antar kelembagaan, dan masalah stabilitas politik dan keamanan.
Tantangan Investasi Indonesia
Ada dua tantangan utama investasi. Pertama, memenangkan
persaingan dengan Negara-negara tetangga dalam menarik PMA, dan yang kedua
ialah kemampuan menghilangkan semua permasalahan dalam waktu
sesingkat-singkatnya. Yang pasti, jika Indonesia tidak mampu menghadapi
tantangan ini, konsekuensinya sangat besar, mulai dari hilangnya kesempatan
kerja, devisa (jika perusahaan bersangkutan melakukan ekspor) dan transfer
teknologi. Yang pertama tentu akan berakibat pada lambatnya penurunan
kemiskinan, Yang kedua akan berakibat pada semakin besarnya kebutuhan Indonesia
terhadap pinjaman luar negeri yang selanjutnya mengancam Indonesia terjerumus
ke krisis utang luar negeri, dan yang terakhir akan berakibat pada
tertinggalnya Indonesia dalam pembangunan sektor industri baik dari sisi
kualitas maupun dari
sisi daya saing karena lemahnya kemampuan teknologi di dalam negeri.
sisi daya saing karena lemahnya kemampuan teknologi di dalam negeri.
Potensi Investasi
Indonesia
Potensi Indonesia
dapat dilihart dari dua sisi
yaitu sisi penawaran dan dari sisi permintaan. Dari sisi penawaran, harus
dibedakan antara potensi jangka pendek dan potensi jangka panjang. Potensi
jangka pendek yang masih dapat diandalkan oleh Indonesia tentu adalah masih
tersedianya banyak sumber daya alam (SDA), termasuk komoditas-komoditas
pertambangan dan pertanian, dan jumlah tenaga kerja yang besar. Sedangkan
potensi jangka panjang adalah pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM). Dari sisi permintaan, ada dua faktor utama yakni
jumlah penduduk (dan strukturnya menurut umur) dan pendapatan riil per kapita.
Kedua faktor ini secara bersama menentukan besarnya potensi pasar, yang berarti
juga besarnya potensi keuntungan bagi seorang investor.Dengan pendapatan yang
cenderung meningkat, yang
berarti potensi pasar di dalam negeri cenderung meningkat, maka dari sisi permintaan potensi Indonesia untuk investasi sangat baik. Namun, dibandingkan dengan Negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk negara-negara yang juga mengalami krisis yang sama, Indonesia masih buruk. Berdasarkan database dari Asian Development Bank, Thailand yang mengalami krisis ekonomi sama parahnya seperti yang dialami Indonesia ternyata mampu mengenjot pertumbuhan sebesar 4.4% tahun 1999. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun yang sama hanya 0,9% (menurut BPS 0,8%).
berarti potensi pasar di dalam negeri cenderung meningkat, maka dari sisi permintaan potensi Indonesia untuk investasi sangat baik. Namun, dibandingkan dengan Negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk negara-negara yang juga mengalami krisis yang sama, Indonesia masih buruk. Berdasarkan database dari Asian Development Bank, Thailand yang mengalami krisis ekonomi sama parahnya seperti yang dialami Indonesia ternyata mampu mengenjot pertumbuhan sebesar 4.4% tahun 1999. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun yang sama hanya 0,9% (menurut BPS 0,8%).
Indonesia
merupakan Negara berkembang
yang telah berhasil mencapai keberhasilan ekonomi makronya, tetapi disamping
itu Indonesia memiliki tingkat investasi yang rendah. Akibatnya, sejak pasca
krisis moneter pada tahun 1998 (pemerintahan presiden Habibie) tingkat
pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 3-4%, hal tersebut tidak cukup untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan. Pertumbuhan ini
juga tidak diikuti dengan perluasan kesempatan kerja yang menyebabkan
pengangguran terus meningkat. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia tahun
lalu (pemerintahan presiden SBY), telah mencapai pertumbuhan ekonomi 5,1% dari
GDP Rp 10 ribu triliun.
Pertumbuhan
ekonomi tersebut belum bisa menampung lampangan kerja karena setiap satu persen
pertumbuhan hanya menyerap 300 ribu. Sementara itu Indonesia membutuhkan
lapangan kerja 2 juta setiap tahunnya mengingat penyerapan tenaga kerja baru
mencapai 120 juta dari total penduduk sekitar 250 juta jiwa. Hasil studi
menunjukkan kelemahan iklim investasi di Indonesia perlu segera dibenahi.
Masalah ketidak-stabilan ekonomi makro dan masalah-masalah lain seperti
ketenaga kerjaan, perpajakan, keuangan, dan infrastruktur.
Di bidang
investasi, masih banyak di jumpai ketidak-pastian tentang pelaksanaan investasi
antara pemerintah pusat dan daerah. Yaitu mengenai ketidak-pastian, baik yang
menyangkut kebijakan ekonomi, peraturan nasional maupun peraturan daerah.
Berbagai indikator kepemerintahan di Indonesia juga lemah. Permasalahan yang
pekan ini sedang hangat dibicarakan adalah melemahnya kurs rupiah dimana
pemerintah dan lembaga terkait dalam hal ini Bank Inonesia terkesan lambat
menangani permasalahan tersebut.
Adapun solusi yang dapat diambil mengenai permasalahan
diatas diantaranya (a) Perbaikan
Infrastruktur, Ketersediaan
infrastruktur untuk pendirian dan pelaksanaan usaha sehari-hari adalah sangat
penting agar investasi yang ada berjalan lancar. Infrastruktur yang mencakup
sarana transportasi, telekomunikasi, listrik dan air dapat diperbaiki misalnya
dengan dengan mempercepat pembangunan. Pemerintah harus segera bertindak mengatasi hambatan infrastruktur terutama di daerah-daerah terpencil yang
memiliki potensi untuk menjadi target investasi.(b) Pemberantasan Korupsi dan Perbaikan Kinerja
Lembaga, (c) Perbaikan
Kebijakan, dan (d) upaya insentif.
Reformasi Investasi
Pertumbuhan ekonomi pasca krisis cenderung lambat, dibwah 5%
per tahun, tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai dan menurunkan jumlah
ornag miskin. Maka diperlukan Reformasi Mendasar yaitu reformasi kelembagaan,
terutama dalam pelayan investasi. Menurut Bank Dunia (2009) tahap perizinan dan
implementasi proyek investasi seering tertunda karena untuk melakukan bisnis di
Indonesia butuh 76 hari. Indonesia Menduduki peringkat ke-129 dan 180 Negara
dalam kemudahan memulai Usaha. Sehingga Pemerintah menerbitkan INPRES tentang ONE
STOP SEVICE dan UU Penanaman Modal.
Pemerintah menciptakan Paket Perbaikan Iklim Investasi dalam
Inpres No.3 Tahun 2006. Yang mengatur tentang peraturan umum, bidang Kepabeanan dan Cukai, Perpajakan,
Ketenagakerjaan, dan Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK). Kemudian Paket Perbaikan Iklim
Investasi dalam Inpres No.6 Tahun 2007, dan Paket Fokus Pembangunan Ekonomi dalam Inpres No.5 Tahun 2008.
Peluang dan
Tantangan Investasi
Peluang investasi
diantaranya membaiknya citra Indonesia dimata dunia yang terlihat dari
penilaian beberapa lembaga pemeringkat internasional pada posisi Investment
Grade; Berkembangnya kebutuhan daerah
dalam mendorong pembangunan lokal; Mulai banyaknya perhatian investor yang
beralih dari China dan India; surplus keuangan negara petro-dollar, seperti
Arab Saudi, Kuwait, UEA dan Qatar; Semakin tumbuhnya ekonomi dunia yang
ditandai dengan membaiknya perekonomian Amerika Serikat; dan Semakin dominannya
kelompok investor dari Emerging Countries : Brazil, Rusia, India dan China.
Tantangan investasi diantaranya target pertumbuhan ekonomi
dan investasi; Target investasi PMA/PMDN; Pencapaian Road Map Penanaman
Modal (RUPM) – saatnya untuk mendapatkan Smart Capital Investment; Semakin
gencarnya Investment Promotion Agency (IPA) negara-negara pesaing dalam
menawarkan potensinya; Besarnya Potensi investasi daerah yang masih perlu
dipromosikan secara tepat sasaran dan terpadu; Penyebaran investasi yang merata
diseluruh daerah yang harus segera diwujudkan; serta Tuntutan perlunya
peningkatan mutu fasilitasi calon investor/investor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar