Rabu, 27 Mei 2015

REVORMASI IKLIM INVESTASI

REVORMASI IKLIM INVESTASI

Sejak awal tahun 1970 an sampai dengan pertengahan tahun 1990an, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi yang didorong oleh peningkatan investasi dan perluasan sektor industri. Sayangnya, krisis keuangan pada tahun 1997-1998 ditambah krisis-krisis lain, telah memperlemah sistim keuangan dan kepemerintahan (governance) yang menyebabkan penurunan investasi dan perlambatan perkembangan sektor swasta. Investasi menurun drastis, menurunkan kegiatan perekonomian secara umum. Sebagai Negara yang ikut aktif dalam perdagangan bebas, mau tidak mau Indonesia juga harus mengembangkan kebijakan politik luar negeri, khususnya terhadap kebijakan investasi asing, baik berupa bentuk penanaman modal asing atau lebih dikenal sebagai Foreign Direct Investment yang juga biasa dikuti dengan ekspansi perusahaan multi nasional (multi national company) di Negara kita.

Saat ini Ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukan pertumbuhan ekonomi yang positif bahkan diprediksi pada 2050 Indonesia akan menjadi pusat perekonomian dunia jika pertumbuhan ekonominya stabil dan berada pada jalur yang benar, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata pertahun relatif masih lambat dibandingkan Negara-negara tetangga yang sama-sama terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand ,atau jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru. Penyebab dari semua itu adalah dikarenakan masih belum intensifnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Banyak sekali faktor-faktor yang sebagian besar saling terkait satu sama lainnya dengan pola yang sangat kompleks yang menyebabkan lambatnya pemulihan investasi di Indonesia hingga saat ini. Faktor-faktor tersebut mulai dari yang sering di media masa yakni masalah keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan kondisi infrasrtuktur yang buruk, hingga kondisi perburuhan yang semakin buruk.

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau penanaman modal bagi perusahaan untuk membeli barang modal dan perlengkapan untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yag akan datang. Investasi memiliki multiplier effect yang besar terhadap terjadinya nilai tambah ekonomi berbagai sektor lainnya.
Menurut Stern (2002), iklim investasi adalah semua kebijakan, kelembagaan dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa depan yang bisa mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi. Iklim investasi yang kondusif dalam perekonomian merupakan harapan  bagi masyarkat, investor, pelaku usaha, dan pemerintah. Namun, faktor-faktor non-ekonomi lainnya juga sangat berpengaruh, seperti masalah perizinan usaha, kestabilan politik, penegakan hukum, masalah pertanahan untuk lahan usaha, tingkat kriminalitas dalam masyarakat, demonstrasi buruh, komitmen pemerintah, komitmen perbankan, perpajakan, dan infrastruktur.
Pertumbuhan ekonomi sekitar 3-4% dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar didorong oleh kenaikan permintaan dan tidak menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga tingkat pengangguran terus meningkat seperti grafik diatas. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah ini juga tidak mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan. Akibatnya, Indonesia sekarang menghadapi tantangan berat, yaitu bagaimana bisa mencapai lagi pertumbuhan ekonomi tinggi yang berkesinambungan.

Tantangan ini sejalan dengan tekad pemerintah baru untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 7% per tahun. Salah satu kunci untuk mencapai tingkat pertumbuhan tersebut adalah dengan memperbaiki iklim investasi yang dalam beberapa tahun terakhir ini melemah. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyak perusahaan industri yang tutup atau memindahkan usaha ke Negara lain seperti ke Republik Rakyat China (RRC) dan Vietnam. Tiga faktor utama dalam iklim investasi mencakup (a) Kondisi ekonomi makro, termasuk stabilitas ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan politik. (b) Kepemerintahan dan kelembagaan, termasuk kejelasan dan efektivitas peraturan, perpajakan, sistem hukum, sektor keuangan, fleksibilitas pasar tenaga kerja dan keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan trampil. (c) Infrastruktur, mencakup sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, dan air.

Permasalahan Investasi di Indonesia
Birokrasi pelayanan publik yang berbelit-belit membuat Indonesia kalah bersaing dalam menarik minat investor masuk ke Indonesia. Lamanya proses pengurusan ijin, seperti proses pengurusan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) yang membutuhkan waktu sampai 2 minggu adalah satu dari banyak hal yang dikeluhkan oleh investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Kalangan dunia usaha masih mengeluhkan proses pengurusan ijin dan pelayanan di beberapa daerah belum mengalami perubahan yang signifikan. Keluhan dan ketidakpuasan dunia usaha saat ini belum sepenuhnya teratasi, terutama keluhan yang berhubungan dengan biaya tinggi dan ketidakpastian hukum bagi pengusaha. Faktor Utama yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah tenaga kerja, perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kondisi ekonomi daerah, dan produktivitas tenaga kerja. Dengan begitu, alasan Utama kenapa investor masih khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia diantaranya ketidakpastian kebijakan,korupsi (pemerintah daerah maupun pusat),Perizinan Usaha dan regulasi pasar tenaga kerja.

Ada sepuluh permasalahan investasi yang menjadi penghambat program percepatan penanaman modal di Indonesia yaitu Pembenahan kebijakan dan penerapan investasi, Masalah dan hambatan birokrasi, Ketidakpastian dalam interpretasi dan implementasi otonomi daerah, Sumber daya manusia dan permasalahan kebijakaan ketenagakerjaan, Tingkat korupsi yang masih tinggi, Kurangnya insentif bidang pajak maupun non pajak, Rendahnya jaminan dan perlindungan investasi, Lemahnya penegakan dan kepastian hukum, Lemahnya koordinasi antar kelembagaan, dan masalah stabilitas politik dan keamanan.

Tantangan Investasi Indonesia
Ada dua tantangan utama investasi. Pertama, memenangkan persaingan dengan Negara-negara tetangga dalam menarik PMA, dan yang kedua ialah kemampuan menghilangkan semua permasalahan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Yang pasti, jika Indonesia tidak mampu menghadapi tantangan ini, konsekuensinya sangat besar, mulai dari hilangnya kesempatan kerja, devisa (jika perusahaan bersangkutan melakukan ekspor) dan transfer teknologi. Yang pertama tentu akan berakibat pada lambatnya penurunan kemiskinan, Yang kedua akan berakibat pada semakin besarnya kebutuhan Indonesia terhadap pinjaman luar negeri yang selanjutnya mengancam Indonesia terjerumus ke krisis utang luar negeri, dan yang terakhir akan berakibat pada tertinggalnya Indonesia dalam pembangunan sektor industri baik dari sisi kualitas maupun dari
sisi daya saing karena lemahnya kemampuan teknologi di dalam negeri.
Potensi Investasi Indonesia
Potensi Indonesia dapat dilihart dari dua sisi yaitu sisi penawaran dan dari sisi permintaan. Dari sisi penawaran, harus dibedakan antara potensi jangka pendek dan potensi jangka panjang. Potensi jangka pendek yang masih dapat diandalkan oleh Indonesia tentu adalah masih tersedianya banyak sumber daya alam (SDA), termasuk komoditas-komoditas pertambangan dan pertanian, dan jumlah tenaga kerja yang besar. Sedangkan potensi jangka panjang adalah pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dari sisi permintaan, ada dua faktor utama yakni jumlah penduduk (dan strukturnya menurut umur) dan pendapatan riil per kapita. Kedua faktor ini secara bersama menentukan besarnya potensi pasar, yang berarti juga besarnya potensi keuntungan bagi seorang investor.Dengan pendapatan yang cenderung meningkat, yang
berarti potensi pasar di dalam negeri cenderung meningkat, maka dari sisi permintaan potensi Indonesia untuk investasi sangat baik. Namun, dibandingkan dengan
Negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk negara-negara yang juga mengalami krisis yang sama, Indonesia masih  buruk. Berdasarkan database dari Asian Development Bank, Thailand yang mengalami krisis ekonomi sama parahnya seperti yang dialami Indonesia ternyata mampu mengenjot pertumbuhan sebesar 4.4% tahun 1999. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun yang sama hanya 0,9% (menurut BPS 0,8%).

Indonesia merupakan Negara berkembang yang telah berhasil mencapai keberhasilan ekonomi makronya, tetapi disamping itu Indonesia memiliki tingkat investasi yang rendah. Akibatnya, sejak pasca krisis moneter pada tahun 1998 (pemerintahan presiden Habibie) tingkat pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 3-4%, hal tersebut tidak cukup untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan kemiskinan. Pertumbuhan ini juga tidak diikuti dengan perluasan kesempatan kerja yang menyebabkan pengangguran terus meningkat. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia tahun lalu (pemerintahan presiden SBY), telah mencapai pertumbuhan ekonomi 5,1% dari GDP Rp 10 ribu triliun.

Pertumbuhan ekonomi tersebut belum bisa menampung lampangan kerja karena setiap satu persen pertumbuhan hanya menyerap 300 ribu. Sementara itu Indonesia membutuhkan lapangan kerja 2 juta setiap tahunnya mengingat penyerapan tenaga kerja baru mencapai 120 juta dari total penduduk sekitar 250 juta jiwa. Hasil studi menunjukkan kelemahan iklim investasi di Indonesia perlu segera dibenahi. Masalah ketidak-stabilan ekonomi makro dan masalah-masalah lain seperti ketenaga kerjaan, perpajakan, keuangan, dan infrastruktur.

Di bidang investasi, masih banyak di jumpai ketidak-pastian tentang pelaksanaan investasi antara pemerintah pusat dan daerah. Yaitu mengenai ketidak-pastian, baik yang menyangkut kebijakan ekonomi, peraturan nasional maupun peraturan daerah. Berbagai indikator kepemerintahan di Indonesia juga lemah. Permasalahan yang pekan ini sedang hangat dibicarakan adalah melemahnya kurs rupiah dimana pemerintah dan lembaga terkait dalam hal ini Bank Inonesia terkesan lambat menangani permasalahan tersebut.

Adapun solusi yang dapat diambil mengenai permasalahan diatas diantaranya (a) Perbaikan Infrastruktur, Ketersediaan infrastruktur untuk pendirian dan pelaksanaan usaha sehari-hari adalah sangat penting agar investasi yang ada berjalan lancar. Infrastruktur yang mencakup sarana transportasi, telekomunikasi, listrik dan air dapat diperbaiki misalnya dengan dengan mempercepat pembangunan. Pemerintah harus segera bertindak mengatasi hambatan infrastruktur terutama di daerah-daerah terpencil yang memiliki potensi untuk menjadi target investasi.(b) Pemberantasan Korupsi dan Perbaikan Kinerja Lembaga, (c) Perbaikan Kebijakan, dan (d) upaya insentif.

Reformasi Investasi
Pertumbuhan ekonomi pasca krisis cenderung lambat, dibwah 5% per tahun, tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai dan menurunkan jumlah ornag miskin. Maka diperlukan Reformasi Mendasar yaitu reformasi kelembagaan, terutama dalam pelayan investasi. Menurut Bank Dunia (2009) tahap perizinan dan implementasi proyek investasi seering tertunda karena untuk melakukan bisnis di Indonesia butuh 76 hari. Indonesia Menduduki peringkat ke-129 dan 180 Negara dalam kemudahan memulai Usaha. Sehingga Pemerintah menerbitkan INPRES tentang ONE STOP SEVICE dan UU Penanaman Modal.

Pemerintah menciptakan Paket Perbaikan Iklim Investasi dalam Inpres No.3 Tahun 2006. Yang mengatur tentang peraturan umum, bidang  Kepabeanan dan Cukai, Perpajakan, Ketenagakerjaan, dan Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi  (UKMK). Kemudian Paket Perbaikan Iklim Investasi dalam Inpres No.6 Tahun 2007, dan Paket Fokus Pembangunan Ekonomi dalam Inpres No.5 Tahun 2008.
Peluang dan Tantangan Investasi
Peluang investasi diantaranya membaiknya citra Indonesia dimata dunia yang terlihat dari penilaian beberapa lembaga pemeringkat internasional pada posisi Investment Grade;  Berkembangnya kebutuhan daerah dalam mendorong pembangunan lokal; Mulai banyaknya perhatian investor yang beralih dari China dan India; surplus keuangan negara petro-dollar, seperti Arab Saudi, Kuwait, UEA dan Qatar; Semakin tumbuhnya ekonomi dunia yang ditandai dengan membaiknya perekonomian Amerika Serikat; dan Semakin dominannya kelompok investor dari Emerging Countries : Brazil, Rusia, India dan China.

Tantangan investasi diantaranya target pertumbuhan ekonomi dan investasi; Target investasi PMA/PMDN; Pencapaian Road Map Penanaman Modal (RUPM) – saatnya untuk mendapatkan Smart Capital Investment; Semakin gencarnya Investment Promotion Agency (IPA) negara-negara pesaing dalam menawarkan potensinya; Besarnya Potensi investasi daerah yang masih perlu dipromosikan secara tepat sasaran dan terpadu; Penyebaran investasi yang merata diseluruh daerah yang harus segera diwujudkan; serta Tuntutan perlunya peningkatan mutu fasilitasi calon investor/investor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar