Bingkai Foto Untukmu
writer : silviana
Semua
terdiam dan konsentrasi menunggu namanya dipanggil. Ini absen terakhir di
semester tiga ini. Akhirnya jam dinding itu tepat menunjukkan pukul 15.00 WIB.
Aku sudah bosan mendengarkan pelajaran hari ini. Entah kenapa semenjak aku
sadar dia mencintai sosok lain dan itu jelas-jelas bukan aku, keadaan hatiku
mulai berubah. Aku kira keadaan ini akan membuatku dan dia sering bersama. memang
benar kita sering bersama, dan dengan kebersamaan itu aku mengetahui hal yang
paling menyakitkan yang sebenarnya tidak pernah ingin aku ketahui.
Hujan
sore itu mengharuskan aku untuk tetap terdiam di lobi kampus menunggu hujan
reda. Bukan karna aku tak bisa menerobosnya, namun karna aku enggan untuk
pulang. Melihat sosok pria yang dulu pernah aku suka sedang berjalan bersama
kekasihnya, membuat seutas senyum mengembang di bibirku. Dia telah
menemukannya, dan aku masih mencarinya. Pria itu menghampiriku seperti biasa
dan menanyakan tentang perkuliahan hari ini. Meskipun mungkin dari awal hingga
perasaan ini hilang, ia tak pernah menyadari bahwa dulu aku diam-diam menaruh
hati padanya. Setidaknya semua masih tetap sama. Aku dan Rio masih tetap
bersama dalam ikatan pertemanan. Kita masih tetap berbagi dan tak pernah
berubah hingga detik ini. Aku tetap bersyukur karna aku telah menjadi bagian
dari hidupnya. Bagian yang dulu mungkin tidak aku inginkan, namun aku syukuri
sekarang. Sayangnya sosok yang aku harapkan ada di ujung sana, dan dia tak
pernah melihatku. Sekalipun tidak pernah karena aku juga tidak pernah
mengatakan bahwa aku ada disini.
Pria
dari kejauhan itu tersenyum dan berjalan ke arahku. Seperti biasanya akupun
tersenyum untuk mengatakan aku baik-baik saja. Aku mencoba menyapanya dan
diapun membalas sapaanku. Karena yang aku tau dia memang pria yang ramah. Tidak
lama kemudian diapun ikut duduk di lobi. Namun bukan disampingku, melainkan
disamping gadis yang sedari tadi tanpa aku sadari duduk tidak jauh dari
tempatku. Gadis itu berkulit putih,
cantik, manis, dan berpenampilan meyakinkan sebagai seorang mahasiswa. Tanpa
ada seorangpun yang menyadari, wajahkupun mulai berubah. Aku tidak sedang
menangis, aku juga tidak sedang bersedih. Aku hanya merasa sendiri sekarang.
***
Aku
terbangunkan oleh dering jam weker merah berbentuk hati di meja belajarku. Hari ini cuaca cerah dan aku punya aktivitas.
Aku harus bersikap professional dalam mengatur perasaanku. Aku senang dengan
prinsip itu sekarang. Prinsip yang mengatakan “hal yang paling riskan bagi
mahasiswa semester akhir adalah masih
memikirkan perasaan hati” bagiku hal paling riskan itu bukan hanya untuk
semerter akhir, namun selama aku kuliah. Dan prinsip itulah yang membuatku
benar-benar merasa sendiri hingga sekarang. Aku tau bahwa bukan hanya aku yang
merasakan kecewa dalam posisi ini. Meskipun aku tau bahwa mungkin akulah yang
paling menyedihkan.
Aku
menarik nafas dalam-dalam dan menghempaskanya. Kembali ku lihat meja belajarku
yang berjajar buku-buku pegangan. Aku turun dari tempat tidur dan
menghampirinya, segera aku tutup bingkai foto kosong yang sengaja aku pajang
disana. Bila aku fikirkan lagi, aku terlalu boros dengan membeli bingkai foto
tanpa pernah aku isi dengan foto seseorang termasuk fotoku sendiri. Ada sebuah
harapan disana, ada sebuah mimpi dalam bingkai kosong merah muda itu. Namun
mimpi dan harapan itu harus rela sirna setelah jam weker yang berdering membuat
mataku terbuka.
Siang
ini dikampus aku melihatnya, entah mengapa rasanya masih tetap suka melihat
wajah pria itu, masih suka melihat dia tersenyum manis didepanku, dan masih
suka melihat tingkah konyolnya yang selalu membuatku tertawa. Seakan tiba-tiba
rasa sakit kemarin hilang dalam sekejap dan berganti harapan besar yang selalu
kembali. Apakah ini benar-benar yang disebut dengan cinta? Ah, sepertinya aku
hanya suka padanya dan aku sangat menolak perasaan ini untuk tetap berada dalam
hatiku.
Seperti
biasanya, setelah pria itu selesai menemui kekasihnya, diapun segera menemuiku.
Syukurlah kekasihnya sangat mengerti bagaimana hubungan kami berjalan. Aku dan
Rio kembali duduk bersama di lobi kampus. Aku sangat ingin menanyakan
pertanyaan yang sedari kemarin menggangguku. Namun itu tidak mungkin aku
tanyakan, karena yang semua orang tau, Rio dan Dimas adalah sahabat dekat. Tidak
lama kemudian Dimas bergabung bersama kami, rasanya seakan bercampur saat itu. Aku hanya harus bersikap
sewajarnya dan biasa saja seakan tidak ada yang terjadi dalam hatiku. Dua gadis
manis bertubuh mungilpun tiba-tiba datang dari arah belakangku, membuat aku
harus mengerti bahwa aku harus segera menyingkir.”sendy, tunggu diruang rapat
ya” ucap Rio sebelum aku pergi meninggalkan mereka berempat. Aku hanya
mengangguk dan tersenyum.
***
aku
memasuki ruang kosong yang hanya berjejer sebuah bangku. Karena belum ada
seorangpun disana, akupun menghampiri bangku paling pojok belakang. Mungkin sekitar 10 menit mereka semua mulai
hadir dan mengisi penuh bangku diruang itu, wanita yang bisa disebut teman
dekatkupun duduk disebelahku. Keadaan ini berjalan cukup lama dan tanpa
perkembangan apapun. Karena aku tak pernah mencoba mengembangkan apa yang
sebenarnya aku harapakan dan ingin aku capai. Semua berjalan sebagaimana
mestinya tanpa campur tanganku. Aku
hanya ingin tetap diam dan berharap semua perasaan ini secepatnya hilang.
Tiba-tiba
saja semester 4 sudah aku hadapi sekarang. Sebenarnya bukan tiba-tiba, tapi
karna aku yang tidak merasakan apa-apa kecuali hanya fokus pada pembelajaranku.
Aku benar-benar merasa hampa, bahkan aku saja tak yakin bahwa aku masih dapat
merasakan bagaimana sebenarnya cara menyukai dan menyayangi juga disayangi oleh
seseorang. Dua tahun semua berjalan sesuai dengan diamku. Aku hanya memandang
dan tersenyum lalu meneteskan air mata. Setengah
semester aku menghilang dari kediaman mereka. Aku tak tau apa yang terjadi pada
mereka semua, bahkan aku tidak ingin tau sedikitpun. Berjalan di anjungan
kampus sendirian dengan senyum yang semakin terlihat ikhlas seiring berjalannya
waktu, seseorang dari belakangku mengusap kepalaku dan tertawa sambil
mengucapkan selamat pagi. “selamat pagi” jawabku singkat dengan mengiringi
tawanya. Entah aku merasakan hal yang berbeda setelah setengah semerter ini.
Yang sempat aku dengar, hubungan mereka tidak berjalan lama. Sebenarnya aku
tidak begitu senang mendengar kabar itu, karna aku sangat yakin, meskipun
mereka sudah tidak lagi bersama, aku dan dia masih akan tetap seperti dulu.
Karna kami sudah memiliki hubungan lain yang mungkin lebih istimewa yakni
sebagai teman dekat.
Aku
terdiam di depan tangga sampai seseorang menegurku untuk meminta jalan, akupun
segera menaiki tangga sampai di lab computer. Yah, lamaranku menjadi asisten
dosen TI yang aku kirimkan semerter 3 lalu ternyata diterima. Diruang itu aku melihat wanita yang dulu
sangat aku cemburui saat dia bergandengan dengan Dimas. Dia ada didepanku dan
tersenyum, aku benar-benar tak ingin mengingat itu lagi setelah semuanya seakan
tidak member keadilan padaku. Singkat
saja, hubungan kami kembali seperti semula. Benar-benar seperti semula. Sampai
akhirnya ujian skripsi menanti kami. Kesibukan kami waktu itu masih tetap
memberikan ruang untuk kami bertiga bercanda, sampai waktunya kami semua lulus
bersama-sama dan mendaftar wisuda April mendatang.
***
Kriiiing,
lagi-lagi jam weker setiaku selama 4 tahun membangunkanku dengan senyum ceria,
hari ini hari kami diwisuda, setelah aku merasa semua yang aku butuhkan siap
termasuk kotak dengan bungkus kertas kado warna biru muda sudah ada didalam
tasku, akupun menuruni tangga kamarku. Setidaknya aku mendapatkan apa yang
benar-benar aku cari dalam hidupku meskipun selama ini aku harus mengorbankan
perasaanku. Aku bahagia bersama kebahagiaan sempurna mereka. Tidak sedikit
teman-teman kami yang saling memberikan kado, bingkisan, kenang-kenangan untuk
teman dekat mereka. Dan mungkin termasuk aku. Hanya saja aku tak tau harus
berkata apa saat memberikanya.
Masih
kebiasaan lama, aku duduk di lobi kampus sendiri. Membawa kotak biru yang
sedari tadi hanya aku pegang. “Sendy, masih kaya gitu?” terdengar seorang pria
berkata dengan tertawa, lebih tepatnya mengejekku karna aku masih tetap duduk
sendiri menunggu Rio dan kekasihnya dan Dimas yang tak pernah melihatku. Dimas
mendekatiku dengan senyum indah yang selalu membuatku tenang selama ini. “Sen,
kamu beneran bakal ke jawa barat habis ini?”. “ya dim, kenapa?”
“ya
gak kenapa-kenapa, cuman ya kita bakal gak ketemu lama kan, kita gak bakalan
kumpul lagi kaya dulu, ya kan?”
Aku
hanya tersenyum dan menunduk. “itu apa sen? Buat siapa? Ciyeee, sendy mau
ngasih siapa?”
“ini
buat kamu” entah seperti bukan aku yang mengaatakan tadi, kata-kata itu seakan
keluar dari bibirku dengan sendirinya membuat pria itu terkejut dan terdiam.
“makasih,
tapi aku gak ngasih apa-apa sama kamu”
“gak
apa-apa kok” aku hanya bisa tersenyum waktu itu menahan rasa maluku atas apa
yangsudah aku lakukan.
***
aku sudah memulainya sejak dua minggu yang lalu. tepat seminggu setelah hari dimana kami diwisuda, aku melanjutkan kehidupanku di kampung halaman ayah. Malam
itu, akupun menghempaskan tubuhku diatas kasur empukku. Layar desktop itu masih
tetap sama, gambar kami berlima dan sangat menyedihkan saat aku berada ditengah
mereka dengan senyum palsu menutup segala lukaku. Melihat pintu kamarku yang
terbuka, ibuku menghampiri dengan sebuah kado merah ditanganya. “sendy, tadi
ada kiriman buat kamu”. “ya bu, makasih”. Wanita separuh baya itupun segera
pergi setelah yakin bahwa barang itu sampai ditanganku. Aku menghembuskan nafas
panjang dan membukanya. Ingin rasanya air mataku menetes melihat apa yang ada
didalamnya. Bersama larutnya malam, aku terlelap dengan senyum mengembang
dibibirku.
Aku
terbangunkan oleh kokok ayam dan cahaya fajar yang menembus jendela kamarku.
Aku lihat jam weker diatas meja belajarku. Disana tetap berderet barisan
buku-buku kuliahku, dan yang membuatku tersenyum pagi itu adalah bingkai foto
merah muda berisikan fotonya. Yah, dia mengirimkan bingkai foto itu lagi padaku
dan tidak hanya itu, dia juga mengisinya dengan fotonya. Aku bahagia karna
diamku selama ini akhirnya membuatku tersenyum dalam akhir penantian. Apa yang
aku yakini selama ini tidak sepenuhnya benar. Aku bahagia dia menyayangiku
seperti aku menyayanginya.
Terimakasih
kamu -_-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar